A. Struktur
elektron dan atom
konfigurasi elektron adalah susunan elektron-elektron pada sebuah atom, molekulatau struktur fisik lainnya. Sama seperti partikel elementer lainnya, elektron patuh pada hukum mekanika kuantum dan menampilkan sifat-sifat bak-partikel maupun bak-gelombang. Secara formal, keadaan kuantum elektron tertentu ditentukan oleh fungsi gelombangnya, yaitu sebuah fungsi ruang dan waktu yang bernilai kompleks.
konfigurasi elektron adalah susunan elektron-elektron pada sebuah atom, molekulatau struktur fisik lainnya. Sama seperti partikel elementer lainnya, elektron patuh pada hukum mekanika kuantum dan menampilkan sifat-sifat bak-partikel maupun bak-gelombang. Secara formal, keadaan kuantum elektron tertentu ditentukan oleh fungsi gelombangnya, yaitu sebuah fungsi ruang dan waktu yang bernilai kompleks.
Menurut interpretasi mekanika
kuantum Copenhagen, posisi sebuah elektron tidak bisa ditentukan kecuali setelah
adanya aksi pengukuran yang menyebabkannya untuk bisa dideteksi. Probabilitas
aksi pengukuran akan mendeteksi sebuah elektron pada titik tertentu pada ruang
adalah proporsional terhadap kuadrat nilai absolut fungsi gelombang pada titik
tersebut.
Elektron-elektron dapat berpindah
dari satu aras energi ke aras energi yang lainnya dengan emisi atau absorpsi
kuantum energi dalam bentuk foton. Oleh karena asas larangan Pauli, tidak boleh
ada lebih dari dua elektron yang dapat menempati sebuah orbital atom, sehingga
elektron hanya akan meloncat dari satu orbital ke orbital yang lainnya hanya
jika terdapat kekosongan di dalamnya.
Pengetahuan atas konfigurasi
elektron atom-atom sangat berguna dalam membantu pemahaman struktur tabel
periodik unsur-unsur. Konsep ini juga berguna dalam menjelaskan ikatan kimia
yang menjaga atom-atom tetap bersama.
B. Jari-jari atom dan kelektronegatifan
B. Jari-jari atom dan kelektronegatifan
-
Jari-jari atom
Jari-jari atom merupakan jarak
elaktron terluar ke inti atom dan menunjukan ukuran suatu atom. Jari-jari atom
sukar diukur sehingga pengukuran jari-jari atom dilakukan dengan cara mengukur
jarak inti antar dua atom yang berikatan sesamanya. Dalam suatu golongan,
jari-jari atom semakin ke atas cenderung semakin kecil. Hal ini terjadi karena
semakin ke atas, kulit elektron semakin kecil. Dalam suatu periode, semakin ke
kanan jari-jari atom cenderung semakin kecil. Hal ini terjadi karena semakin ke
kanan jumlah proton dan jumlah elektron semakin banyak, sedangkan jumlah kulit
terluar yang terisi elekteron tetap sama sehingga tarikan inti terhadap
elektron terluar semakin kuat.
-
Keelektronegatifan
Kelektronegatifan adalah kemampuan
suatu atom untuk menarik elektron dari atom lain. Faktor yang mempengaruhi
keelektronegatifan adalahgaya tarik dari inti terhadap elektron dan jari-jari
atom. Unsur-unsur yang segolongan : keelektronegatifan makin ke bawah
makin kecil, karena gaya taik-menarik inti makin lemah. Unsur-unsur
bagian bawah dalam sistem periodik cenderung melepaskan elektron.
Unsur-unsur
yang seperiode : keelektronegatifan makin kekanan makin
besar.keelektronegatifan terbesar pada setiap periode dimiliki oleh golongan
VII A (unsur-unsur halogen). Harga kelektronegatifan terbesar terdapat
pada flour (F) yakni 4,0, dan harga terkecil terdapat
pada fransium (Fr) yakni 0,7. Harga keelektronegatifan penting untuk
menentukan bilangan oksidasi ( biloks ) unsur dalam sutu senyawa. Jika harga
kelektronegatifan besar, berati unsur yang bersangkutan cenderung menerim
elektron dan membentuk bilangan oksidasi negatif. Jika harga keelektronegatifan
kecil, unsur cenderung melepaskan elektron dan membentuk bilangan oksidasi
positif. Jumlah atom yang diikat bergantung pada elektron valensinya.
Dalam satu periode dari kiri ke
kanan, jari-jari semkain kecil dangaya tarik inti terhadap elektron
semakin besar, maka atom semakin mudah menarik elektron dari luar sehingga
afinitas elektron semakin besar. Pada satu golongan dari atas ke bawah,
jari-jari atom makin besar, sehingga gaya tarik inti terhadap elektron makin
kecil, maka atom semakin sulit menarik elektron dari luar, sehingga afinitas
elektron semakin kecil.
C. Panjang
ikatan dan sudut ikatan
Dari data panjang ikatan diatas,
dapat disimpulkan panjang ikatan rangkap tiga lebih pendek bila dibandingkan
dengan ikatan rangkap dua dan ikatan tunggal, ikatan rangkap dua lebih pendek
dari ikatan tunggal. Dan ikatan C dengan H lebih pendek dari ikatan tunggal
antara C dengan C. Panjang dan kekuatan suatu ikatan tergantung dari
hibridisasi dari atom yang saling berikatan. Semakin besar karakter s dalam
orbital yang digunakan atom-atom untuk membentuk ikatan, semakin pendek dan
kuat ikatan tersebut.
Hibridisasi menjelaskan atom-atom
yang berikatan dari sudut pandang sebuah atom. Untuk sebuah karbon yang
berkoordinasi secara tetrahedal (seperti metana, CH4), maka karbon haruslah
memiliki orbital-orbital yang memiliki simetri yang tepat dengan 4 atom
hidrogen. Konfigurasi keadaan dasar karbon adalah 1s2 2s2 2px1 2py1 atau lebih
mudah dilihat: (Perhatikan bahwa orbital 1s memiliki energi lebih rendah dari
orbital 2s, dan orbital 2s berenergi sedikit lebih rendah dari orbital-orbital
2p).
Teori ikatan valensi memprediksikan,
berdasarkan pada keberadaan dua orbital p yang terisi setengah, bahwa C akan
membentuk dua ikatan kovalen, yaitu CH2. Namun, metilena adalah molekul yang
sangat reaktif (lihat pula: karbena), sehingga teori ikatan valensi saja tidak
cukup untuk menjelaskan keberadaan CH4. Lebih lanjut lagi, orbital-orbital
keadaan dasar tidak bisa digunakan untuk berikatan dalam CH4. Walaupun eksitasi
elektron 2s ke orbital 2p secara teori mengijinkan empat ikatan dan sesuai
dengan teori ikatan valensi (adalah benar untuk O2), hal ini berarti akan ada
beberapa ikatan CH4 yang memiliki energi ikat yang berbeda oleh karena
perbedaan aras tumpang tindih orbital. Gagasan ini telah dibuktikan salah
secara eksperimen, setiap hidrogen pada CH4 dapat dilepaskan dari karbon dengan
energi yang sama.
Untuk menjelaskan keberadaan molekul
CH4 ini, maka teori hibridisasi digunakan. Langkah awal hibridisasi adalah eksitasi
dari satu (atau lebih) elektron:
Proton
yang membentuk inti atom hidrogen akan menarik salah satu elektron valensi
karbon. Hal ini menyebabkan eksitasi, memindahkan elektron 2s ke orbital 2p.
Hal ini meningkatkan pengaruh inti atom terhadap elektron-elektron valensi
dengan meningkatkan potensial inti efektif. Kombinasi gaya-gaya ini membentuk
fungsi-fungsi matematika yang baru yang dikenal sebagai orbital hibrid. Dalam
kasus atom karbon yang berikatan dengan empat hidrogen, orbital 2s (orbital inti
hampir tidak pernah terlibat dalam ikatan) "bergabung" dengan tiga
orbital 2p membentuk hibrid sp3 (dibaca s-p-tiga) menjadi
Pada CH4, empat orbital hibrid sp3
bertumpang tindih dengan orbital 1s hidrogen, menghasilkan empat ikatan sigma.
Empat ikatan ini memiliki panjang dan kuat ikat yang sama, sehingga sesuai
dengan pengamatan. sama dengan Sebuah pandangan alternatifnya adalah
dengan memandang karbon sebagai anion C4−. Dalam kasus ini, semua orbital
karbon terisi: Jika kita menrekombinasi orbital-orbital ini dengan orbital-s 4
hidrogen (4 proton, H+) dan mengijinkan pemisahan maksimum antara 4 hidrogen
(yakni tetrahedal), maka kita bisa melihat bahwa pada setiap orientasi
orbital-orbital p, sebuah hidrogen tunggal akan bertumpang tindih sebesar 25% dengan
orbital-s C dan 75% dengan tiga orbital-p C. HaL ini sama dengan persentase
relatif antara s dan p dari orbital hibrid sp3 (25% s dan 75% p).
Karbon akan melakukan hibridisasi
sp2 karena orbtial-orbital hibrid hanya akan membentuk ikatan sigma dan satu
ikatan pi seperti yang disyaratkan untuk ikatan rangkap dua di antara
karbon-karbon. Ikatan hidrogen-karbon memiliki panjang dan kuat ikat yang sama.
Hal ini sesuai dengan data percobaan. Dalam hibridisasi sp2, orbital 2s hanya
bergabung dengan dua orbital 2p: membentuk 3 orbital sp2 dengan satu orbital p
tersisa. Dalam etilena, dua atom karbon membentuk sebuah ikatan sigma dengan
bertumpang tindih dengan dua orbital sp2 karbon lainnya dan setiap karbon
membentuk dua ikatan kovalen dengan hidrogen dengan tumpang tindih s-sp2 yang
bersudut 120°. Ikatan pi antara atom karbon tegak lurus dengan bidang molekul
dan dibentuk oleh tumpang tindih 2p-2p (namun, ikatan pi boleh terjadi maupun
tidak).
D. Energi
disosiasi
kimia dan biokimia, disosiasi adalah suatu proses
ketika senyawa ionik (kompleks atau garam) terpisah menjadi partikel, ion, atau
radikal yang lebih kecil, dan biasanya dapat dikembalikan seperti semula.
Misalnya, ketika asam Brønsted-Lowry ditempatkan di dalam air, ikatan kovalen
antara atom elektronegatif dengan atom hidrogen dipecah oleh fisi heterolitik,
yang menghasilkan proton dan ion negatif. Disosiasi merupakan lawan dari
asosiasi dan rekombinasi. Proses ini tidak sama dengan ionisasi.
Konstanta
disosiasi[sunting | sunting sumber] Untuk disosiasi dalam keseimbangan kimiawi
yang dapat dikembalikan
AB A + B
konstanta
disosiasi Ka adalah rasio senyawa terdisosiasi dengan tak terdisosiasi.
E. Konsep
asam dan basa dalam kimia organik
-
Menurut Arrhennius
Menurut Arrhennius, asam adalah
senyawa yang apabila dilarutkan dalam air akan melepaskan ion H+, sedangkan
basa adalah senyawa yang apabila dilarutkan dalam air akan melepaskan ion OH-.
Konsep ini hanya dapat diterapkan pada senyawa yang larut dalam air sehingga
dikembangkan lagi konsep yang dapat digunakan untuk senyawa yang tidak larut
dalam air. Dari definisi Arrhenius, asam dan basa masing - masing dibagi dua:
Asam kuat, yaitu asam yang
terdisosiasi sempurna di dalam air dan memiliki nilai derajat disosiasi = 1.
Contoh asam kuat adalah HCl (Asam Klorida), HNO3 (Asam Nitrat / Asam Sendawa),
H2SO4 (Asam Sulfat), HBr (Asam Bromida), HI (Asam Iodida), dan HClO4
(Asam Perklorat).
Asam lemah, yaitu asam yang tidak
terdisosiasi sempurna di dalam air dan memiliki nilai derajat disosiasi < 1.
Contoh asam lemah adalah HNO2 (Asam Nitrit), CH3COOH (Asam Asetat / Asam Cuka),
HCOOH (Asam Format / Asam Semut), H2C2O4 (Asam Oksalat), H2S (Asam Sulfida),
H2SO3 (Asam Sulfit), dan masih banyak lagi.
Basa kuat, yaitu basa yang
terdisosiasi sempurna di dalam air dan memiliki nilai derajat disosiasi = 1.
Contoh basa kuat adalah KOH (Kalium Hidroksida) dan NaOH (Natrium Hidroksida /
Soda Kaustik).
Basa lemah, yaitu basa yang tidak
terdisosiasi sempurna di dalam air dan memiliki nilai derajat disosiasi < 1.
Contoh basa lemah adalah Fe(OH)2 (Besi (II) Hidroksida), Fe(OH)3 (Besi (III)
Hidroksida), Al(OH)3 (Alumunium Hidroksida) dan sebagainya.
Kelemahan Konsep Arrhennius ialah,
bahwa konsep ini hanya dapat digunakan pada zat - zat yang memiliki ion H+ dan
OH- saja, sedangkan zat - zat organik dan tidak larut dalam air tidak dapat
ditentukan sifat keasaman atau kebasaannya,
-
Menurut Brownstead - Lowry
Menurut Brownstead – Lowry, asam
adalah senyawa yang mendonorkan proton (H+) sedangkan basa adalah senyawa yang
menerima donor proton (H+) dari asam. Konsep ini banyak digunakan dalam reaksi
- reaksi senyawa organik karena cocok untuk senyawa yang tidak memiliki H+ dan
OH- dan juga tidak larut dalam air.
-
Menurut Lewis
Menurut Lewis, asam adalah senyawa
yang menerima pasangan elektron dari basa, sedangkan basa adalah senyawa yang
mendonorkan pasangan elektron kepada asam. Konsep ini dikembangkan oleh Lewis
berdasarkan struktur ikatan kimia, dimana setiap atom dapat membentuk ikatan
kimia berdasarkan valensi yang dimilikinya. Valensi adalah jumlah ikatan
maksimum yang dapat dibentuk oleh suatu atom.Contoh asam menurut Lewis adalah
AlCl3 dan HCl sedangkan contoh basa menurut Lewis adalah NH3. Catatan : Konsep
Lewis banyak diaplikasikan di dalam konsep Kimia Organik
Dalam konsep asam dan basa, dikenal
senyawa amfoter yaitu senyawa yang dapat bertindak sebagai asam namun dapat
juga bertindak sebagai basa. Contoh senyawa amfoter adalah air (H2O), Asam
Amino, Asam Borat (H3BO3), dan Alumunium Hidroksida (Al(OH)3). Untuk
mempelajari lebih lanjut baca juga postingan Senyawa Oksida Asam dan Oksida
Basa.
-
Sifat Asam
Dari uraian mengenai asam yang telah
dijelaskan di atas, sekarang kita akan membahas mengenai sifat asam dilihat
dari sifat fisika maupun sifat kimia.
-
Sifat Kimia Asam
Menurut penjelasan Arrhennius, jelas
bahwa asam akan melepaskan kation Hidrogen (H+) jika terurai di dalam air,
sedangkan menurut Brownstead - Lowry asam merupakan zat yang di dalam reaksinya
akan mendonorkan proton (dalam hal ini akan mendonorkan kation). Sedangkan
menurut Lewis, asam akan menerima pasangan elektron bebas yang diberikan oleh
basa. Nah selain sifat - sifat di atas, asam juga dapat merubah warna lakmus
biru menjadi merah dan merubah warna indikator pH seperti indikator PP dari
merah (basa) menjadi tak berwarna (asam). Larutan asam apabila dicek
menggunakan pH universal atau pH meter akan menunjukkan angka < 7, dimana
semakin mendekati 0 maka konsentrasi dan kekuatan asam semakin kuat.
-
Sifat Fisika Asam
Ditinjau dari sifat fisika, asam
memang terasa masam walaupun tidak semua asam dapat dicicipi. Semua asam - asam
mineral bersifat korosif, yaitu mampu merusak dan dapat melarutkan permukaan
logam dan lapisan kulit jika terkena kontak langsung. Inilah alasan mengapa
asam akan menimbulkan sensasi tajam dan panas jika terkena kulit.
-
Sifat Basa
·
Sifat Kimia Basa
Bisa dibilang basa adalah kebalikan
dari asam. Basa, menurut Arrhennius, adalah zat yang akan membebaskan anion
Hidroksida (OH-) jika dilarutkan di dalam air. Sedangkan menurut Brownstead -
Lowry, basa adalah zat yang akan menerima donor proton (H+) dari asam, dan
menurut Lewis basa akan mendonorkan pasangan elektron bebas kepada asam. Basa
dapat menetralkan asam membentuk garam dan air. Larutan basa dapat merubah
warna lakmus merah menjadi biru dan dapat merubah warna indikator PP dari tak
berwarna (asam) menjadi merah (basa).
·
Sifat Fisika Basa
Dilihat dari sifat fisikanya, basa
memiliki rasa pahit walaupun basa tidak boleh dicicipi. Semua basa yang belum
dibuat menjadi larutannya akan berbentuk padatan, kecuali NH4OH yang dari awal
sudah berbentuk cairan. Jika kontak dengan kulit, basa akan terasa licin dan
beberapa basa seperti NaOH dan KOH dapat menyebabkan iritasi dan gatal - gatal
pada kulit. Basa juga sangat berbahaya bila kontak dengan selaput lendir
seperti mata, oleh karena itu hati - hati ya!
berilah penjelasan lebih tentang kegunaan senyawa amfoter pada ilmu kimia organik
BalasHapusTerima kasih atas pertanyaannya,saya akan coba menjawab:
BalasHapusSenyawa amfoter artinya zat yang memiliki kemampuan untuk bertindak sebagai asam atau basa.Jadi,kegunaan senyawa amfoter tersebut adalah untuk menguji konsep asam basa pada kimia organik.
assalamualaikum saya rianti nita wulandari
BalasHapusingin bertanya apakah ada perbedaan konsep asam basa biasa dengan konsep asam basa organik karena dari penjelasan anda judul besarnya adalah konsep asam basa organik
waalaikum salam
BalasHapussebenarnya tidak ada perbedaannya antara konsep asam-basa biasa dengan konsep asam-basa organik, didalam penulisan judul hanya ada sedikit kesalah saja karena ini mata kuliah kimia organik jadi saya menulis konsep asam-basa organik dan pada dasarnya sama saja.
saya akan menambahkan jawaban dari saudari vini .
BalasHapuskegunaannya :
Dalam kimia, amfoter merujuk pada zat yang dapat bereaksi sebagai asam atau basa. Hal ini dapat terjadi karena suatu zat memiliki dua gugus asam dan basa sekaligus atau karena zat tersebut memang mempunyai kemampuan seperti itu.
Zat amfoter yang umum adalah asam amino, protein, dan air. Beberapa logam, seperti seng, timah, aluminium, dan berilium, juga dapat membentuk oksida amfoterik.
Sebagai contoh, seng oksida (ZnO) bereaksi berbeda tergantung kemasaman larutan:
Dalam asam:
ZnO + 2H+ → Zn2+ + H2O
Dalam basa:
ZnO + H2O + 2OH- → [Zn(OH)4]2-
Gejala ini dapat dimanfaatkan untuk memisahkan kation dalam larutan, misalnya seng dari mangan.
Contoh lain adalah air:
Sebagai basa:
H2O + HCl → H3O+ + Cl−
Sebagai asam:
H2O + NH3 → NH4+ + OH−
Tanah yang tua banyak mengandung aluminium sebagai sisa lempung. Aluminium hidroksida [Al(OH)3] juga merupakan senyawa amfoter:
Sebagai basa:
Al(OH)3 + 3HCl → AlCl3 + 3H2O
Sebagai asam:
Al(OH)3 + NaOH → NaAl(OH)4
Terima kasih atas penambahan jawabannya chrisyanto
BalasHapus